Bab 128
Bab 128
Bab 128 Maafkan Aku
Dia tidak mungkin mengatakan pada mereka bahwa dia tinggal di sebuah vila termahal yang ada
di kota ini.
Jadi, wanita itu tak mempunyai pilihan lain selain mengatakan bahwa suaminya sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya. Dia tersenyum dan mengatakan kepada mereka untuk pulang
lebih dulu.
Semuanya menjadi iri karena Vivin mempunyai seorang suami yang penyayang dan mereka pun meninggalkannya satu persatu. Akhirnya, Vivin menjadi orang terakhir yang menunggu di depan pintu masuk kantor.
Setelah dua puluh menit, tak ada satupun tanda-tanda taksi yang akan lewat. Wanita itu mencoba untuk menelepon untuk memesan dari layanan kendaraan online tapi hasilnya tetap nihil. Karena Finno sedang tidak berada di Kota Metro, jadi tidak ada orang yang bisa dia mintai pertolongan.
Oleh karena itu, dia hanya bisa untuk tetap menunggu.
Tiba-tiba saja, sebuah mobil sport Ferrari merah berhenti tepat di depannya.
Ketika Vivin melihat orang yang mengendarai mobil itu, ekspresinya menjadi kaku dan dia langsung berbalik untuk pergi.
Seketika itu, pintu mobil langsung terbuka dengan cepat dan si pengendara keluar, mengejar si
wanita.
“Vivin, kenapa kamu pergi!”
Si wanita menghentikan langkahnya dan berbalik dengan segan. “Pak Normando,” dia menyapa.
Fabian berdiri di depan vivin, terlihat kesal. Namun tetap, dia membukakan pintu mobil dan berkata, “Masuklah, aku akan mengantarmu pulang.
Namun demikian, Vivin tak bergerak dan menjawab dengan singkat, “Terima kasih, tapi suami saya akan segera datang menjemput.”
Dia sengaja menekankan pada kata “suami saya” tapi Fabian terlihat semakin kesal dan lalu. berkata, “Vin, kamu jangan membuatku marah dengan sengaja mengatakan hal itu. Aku tahu bahwa pamanku Finno dan ayahku sedang dalam perjalanan bisnis di luar negeri.” Content held by NôvelDrama.Org.
Vivin tak menyangka jika lokasi keberadaan Finno dapat menjadi masalah jika terkait dengan keluarga Normando dan ia langsung merasa canggung. Meskipun begitu, ia tetap berdiri memaku di jalan dan menjawab, “Saya akan naik taksi saja.”
“Lihatlah jam berapa sekarang. Apa kamu yakin bisa mendapatkan taksi pada jam begini? Jangan khawatir, niatku tulus. Meskipun hal ini terjadi pada karyawan lain, aku tetap akan melakukan hal
yang sama.”
Setelah Fabian selesai bicara, dia melihat Vivin masih enggan untuk mengalah. Hal itu
membuatnya semakin kesal. Dengan menarik tangan Vivin, Fabian berusaha untuk menyeretnya. masuk ke dalam mobil.
“Fabian Normando, lepaskan saya sekarang juga!”
Vivin sangat enggan untuk terlibat dalam semua tindakan Fabian. Di samping itu, mereka mempunyai hubungan yang aneh. Dan nyatanya Vivin dapat merasakan perasaan Fabian yang masih ada untuknya dan itu sudah cukup baginya untuk membuat batasan yang jelas antara mereka berdua.
Bagaimanapun juga, kekuatannya tidak sebanding dengan Fabian dan akhirnya ia terpaksa masuk ke dalam mobil.
Fabian langsung menutup pintu dan menguncinya secara manual dengan kunci mobil, dan sesegera mungkin ia masuk ke dalam mobil dan mengemudi secepat kilat. Dia tak memberikan kesempatan untuk Vivin untuk bisa keluar dari mobil.
Amarah Vivin bergejolak saat ia melihat Fabian. Karena dia sudah berada di dalam mobil, maka pilihan terbaiknya adalah tetap tenang dan diam seribu bahasa.
Fabian membaca situasi dengan baik dan tidak mencoba untuk memulai percakapan apapun. dengan Vivin. Dia hanya mengantarkannya pulang ke vila dalam keheningan.
Ketika mereka sampai di vila, Vivin akhirnya bernafas lega setelah melihat pemandangan yang ia kenali. Dia memaksakan diri untuk mengucapkan terima kasih’ dari mulutnya dan berencana untuk segera keluar dari mobil.
Lain hal, baru saja, Fabian yang tetap tenang selama perjalanan, seketika meraih tangan Vivin dan menahannya untuk tetap duduk.
Berpikir bahwa pria itu akan melakukan sesuatu yang tak masuk akal lagi, Vivin menatapnya dengan mata membelalak dan bertanya dengan waspada, “Apa yang kamu inginkan?”
Rasa sakit menghampiri Fabian ketika dia melihat sikap Vivin yang waspada, juga dengan ekspresinya yang ketakutan.
Meski begitu, dengan cepat ia tersadar dan mengatakan dengan lembut, “Maafkan aku, Vin,”
Vivin tak menyangka ucapan itu bisa keluar dari mulut Fabian. Dia terdiam sejenak dan tak dapat berkata apa-apa.
“Aku sudah salah paham padamu saat kejadian dua tahun lalu dan meninggalkanmu ketika kamu sangat membutuhkanku,” Fabian mengatakannya dengan serius sambil memandangi wanita itu. “Aku berhutang maaf padamu. Aku sangat, sangat memohon padamu untuk memaafkanku.”
Fabian dengan tulus meminta maaf dan setiap kata-kata diucapkannya dengan sungguh- sungguh.
Selama ini, dia telah salah paham pada Vivin dan selalu membalaskan dendamnya. Setelah
mengetahui kebenarannya, dia selalu sibuk memikirkan tentang hubungan antara Vivin dengan Finno. Namun demikian, di malam sebelumnya, dia tiba-tiba teringat jika dia masih berhutang sebuah maaf pada Vivin.
Dia harus bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dilakukannnya pada Vivin di masa lampau.
Mata Vivin berkedip-kedip dengan lambat saat ia melihat Fabian dengan wajahnya yang serius.
Perasaan Vivin saat ini tidak dapat terlukiskan.
Jujur saja, dia tidak pernah berharap sebuah permintaan maaf diucapkan oleh Fabian. Sebanyak apapun kata ‘maaf tidak dapat menebus kesalahan yang telah ia lakukan padanya.
Meskipun begitu, Fabian terlihat sangat bersungguh-sungguh di depannya, mebuat hati Vivin yang beku menjadi sedikit mencair.