Bad 57
Bad 57
Bab 57
“Merasa lebih baik?” Tanya Elan dengan nada suara rendah.
Rasa pusing yang membuat kaki Tasya lemas perlahan mulai menghilang, namun saat itulah dia sadar kalau Elan-lah yang sudah memeluknya dengan kedua lengannya. Dia segera melangkah mundur untuk menciptakan jarak di antara mereka, namun malah tidak sengaja menabrak meja di belakangnya.
“Ow!” Jeritnya. Setelah itu, dia kembali ditarik ke dalam pelukan Elan, meskipun dia tadi sudah terlepas dari
sana.
Saat wajahnya menabrak otot-otot di dada pria, dia bisa mendengar suara benturan keras yang diikuti oleh rasa nyeri di tulang pipinya.
Bagaimanapun, saat dia masih belum menyesuaikan diri dengan rasa nyeri itu, dia merasakan sebuah tangan besar menggenggam tangannya. Dirinya masih linglung saat ditarik menuju sebuah mobil yang terparkir di tepi jalan. Saat pintu di kursi penumpang terbuka, Elan dengan lembut mendorongnya masuk.
Segera setelah dia duduk, dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomer ayahnya, yang ternyata tengah menangis panik di seberang sana. “Tasya, Jodi masih belum ditemukan.”
“Jangan khawatir, Ayah. Jodi baik-baik saja. Dia aman, dan aku sekarang akan menjemputnya.”
“Apa? Dimana Jodi? Dimana dia sekarang?”
“Seorang pemilik toko yang baik sedang menjaganya sekarang dan aku akan menjemputnya ke sana.”
“Berikan aku alamatnya dan aku juga akan ke sana.”
Elsa pasti sedang bersama ayah sore ini, dan karena Elsa adalah orang yang berbahaya, aku tidak mungkin membiarkannya mendekati Jodi. Setelah memikirkan itu, Tasya dengan cepat menjawab, “Ayah, aku yakin Ayah pasti lelah, jadi Ayah harus istirahat. Aku akan pergi dan menjemput Jodi sendiri.”
“Tidak, aku ingin memastikan Jodi baik-baik saja,” kekeuh Frans; dia merasa sangat panik sampai isi perutnya rasanya ingin keluar.
“Aku tahu, tapi aku akan langsung menemuimu begitu aku selesai menjemput Jodi,” ucap Tasya mencoba menenangkan. Dia ingin tahu bagaimana Jodi bisa hilang sejak tadi malam karena dia mencurigai Elsa terlibat dalam hal itu.
Dia memutus panggilan itu dan di sanipingnya, Elan sudah mengemudikan mobilnya menuju alamat toko tadi.
Saat mobil itu melaju di jalanan, Tasya terus memejamkan matanya dan mencoba menenangkan diri. Hanya Tuhan yang tahu betapa khawatir dirinya tadi; dia bampir kehilangan akalnya.
Ini pertama kalinya setelah kelahiran Jodi dirinya merasa sangat ketakutan.
Akhirnya, mereka sampai di sebuah butik. ‘Tasya melihat putranya tengah duduk di atas sofa setelah dia masuk lewat pintu air matanya menangis lega. “Jodil” NôvelDrama.Org owns this text.
“Mama, Mama, Mama datangi” Bocah kecil itu langsung berlari ke arahnya dan memeluknya. Dia juga menunduk dan menariknya ke dalam pelukannya, air mata diam-diam mengalir di pipinya.
Sementara itu, pemilik toko yang sedari tadi menjaga Jodi menyadari keberadaan pria di belakang Tasya, setelah dia menyuarakan kekagetannya dalam hatt, Wow, menakjubkan sekalil Ini pasti ayah
dari anak itu. Mereka sangat mirip satu sama lain!
Dengan wajah tampan beserta balutan jas mahal, Elan terlihat sangat bersinar saat dia berdiri tegap dan tepat di bawah cahaya lampu. Auranya menampilkan keteduhan sekaligus kemewahan. Meskipun dia tidak mengatakan apapun, dia kelihatannya lega karena matanya terus tertuju pada sepasang ibu dan anak itu.
Tasya menegakkan tubuhnya dan melepaskan kalung yang dipakainya, yang mana merupakan satu- satunya barang berharga yang dimilikinya saat itu. Dia meraih tangan gadis pemilik toko itu dan mengucapkan terima kasih. “Saya tidak membawa tas, tapi ambillah kalung ini sebagai hadiah atas kebaikan Anda; Harga kalung ini kira-kira empat puluh juta rupiah.”
“Oh, tidak, tidak perlu. Semua orang pasti akan melakukan hal yang sama. Anak itu sangat berharga. Tolong jaga dia lain kali,” ucap pemilik toko itu lembut seraya mendorong tangan Tasya menjauh karena dia menolak menerima hadiah itu.
“Terima kasih banyak. Anda adalah penyelamat hidup putra saya. Apa kami setidaknya boleh meminta nomer Anda?” Tasya menatap ke arah pemilik toko itu, rasa syukur terlihat di matanya.
Gadis itu menjadi agak gelagapan dan kemudian mendesaknya, “Tidak usah terlalu formal denganku. Bawa anakmu pulang dan istirahatlah.”
Melihat gadis itu tetap menolak pemberiannya, Tasya tidak punya pilihan lain selain mengucapkan terima kasih kepadanya. Bocah kecil di sampingnya tampak menatap Elan pada saat itu dan bertanya, “Tuan Tampan, apa Anda yang mengantar ibuku ke sini?”
“Itu benar, nak. Apa kamu tahu betapa cemas ibumu? Kamu sudah membuatnya sangat ketakutan,” Ucap Elan sembari berjongkok dan menarik bocah kecil itu ke dalam pelukannya.
“Aku minta maaf, Mama. Ini semua salahku; aku harusnya tidak berlari sendirian seperti itu.” Jodi meminta maaf dengan perasaan bersalah, menyadari situasi dan kondisi saat itu.
Setelah berterimakasih pada pemilik toko itu, Tasya berbalik menghadap ke arah Jodi dan bertanya padanya, “Jodi, apa kamu bisa menjelaskan bagaimana dirimu bisa tersesat?”
“Kakek sedang memarkirkan mobil saat Bibi Elsa memberitahuku kalau dia ingin membelikanku jajanan yang enak, tapi dia pergi dan tidak pernah kembali lagi. Aku ingin pergi mencarinya, tapi aku malah tersesat,” jawab bocah itu blak-blakan.
Emosi mulai membara dalam diri Tasya saat mendengar hal icu. Sambil menggertakkan gigi, dia memba
Kamu mencoba membuang putraku dengan sengaja, iya kan, Elsa?