Bab 1 Mandi
Bab 1 Mandi
“Sayang, ini terakhir kali aku memandikanmu ….”
“Kita sudah menikah tiga tahun, tapi kita masih belum pernah bercinta ….”
“Sebelum bercerai, aku ingin memberikan malam pertamaku kepadamu ….”
Ardika Mahasura duduk di dalam bak mandi, Luna Basagita yang bertubuh seksi sedang duduk di belakangnya. Kedua tangannya yang putih mulus itu sedang menggosok tubuh Ardika.
Ketika air membasahi tubuh mereka, aroma yang harum pun memenuhi udara.
Luna mengoleskan sabun mandi ke tubuh yang kekar itu, ketika kedua tangannya melewati otot perut Ardika, wajah Luna langsung merona.
Namun, ketika melihat wajah Ardika, rasa sedih membuat air mata Luna ikut terjatuh. Text © by N0ve/lDrama.Org.
Saat ini, Ardika sedang memiringkan kepalanya. Wajah yang tampan itu terlihat bengong, air liur juga menetes dari sudut mulutnya. Dia benar-benar seorang idiot.
“Sayang, apa yang terjadi selama tiga tahun ini? Kenapa kamu menjadi seperti ini?” ucap Luna sambil terisak.
Tiga tahun lalu, Ardika tiba-tiba menghilang di malam pertama mereka.
Dalam satu malam, kabar tentang pengantin pria yang melarikan diri pun tersebar. Hal itu membuat Keluarga Basagita menjadi bahan tertawaan di seluruh Kota Banyuli.
Tuan Besar Basagita menyuruh Luna untuk bercerai, tetapi Luna bersikeras untuk menunggu Ardika. Dia percaya Ardika yang pergi tanpa pamit itu punya alasan sendiri. Luna juga percaya bahwa Ardika akan kembali.
Disertai amarah yang besar, Tuan Besar Basagita pun mengambil semua sumber daya Luna, kemudian mengusir Luna sekeluarga dari posisi inti Grup Agung Makmur.
Di suatu hari tiga bulan lalu, Ardika yang sudah menjadi idiot dibuang oleh seseorang di depan pintu rumah Luna. Pada saat itu, Ardika tidak ingat apa pun lagi dan tidak bisa berbicara. Dia hanya bisa meneteskan air liur dengan ekspresi bodoh.
Luna yang tak berdaya pun membawa Ardika ke rumah sakit. Dia terus menemani Ardika setiap hari, sambil berharap Ardika bisa sembuh.
Ketika hal itu tersebar, harga diri Keluarga Basagita makin terpuruk. Tuan Besar Basagita menggunakan segala cara untuk memaksa Luna bercerai. Hal itu membuat Luna tak berdaya.
“Ardika, aku benar-benar … nggak sanggup lagi.”
“Kami sudah diusir dari rumah milik Keluarga Basagita, sekarang hanya bisa tinggal di rumah kontrakan ….”
“Modal perusahaan juga sudah ditarik, kondisi keuangan perusahaan makin buruk ….”
“Kalau aku nggak bercerai denganmu, Kakek akan memutuskan semua pemasukan keluarga kami ….”
“Sampai saat itu, aku bahkan nggak sanggup membayar biaya pengobatanmu lagi ….”
“Tapi, sebelum bercerai, aku ingin memberikan malam pertamaku kepadamu.”
Dengan wajah merona, Luna menyandarkan kepalanya di bahu Ardika. Jemarinya mengikuti otot perut Ardika, lalu perlahan turun ke bawah ….
Saat ini, ponsel Luna tiba-tiba berdering.
“Luna, di mana kamu?” Suara ibunya Luna terdengar dari ujung telepon.
“Bu, aku … aku sedang sibuk di luar,” ucap Luna yang berbohong.
“Masih berani menipuku! Aku sudah mendengar suara air! Kamu pasti sedang memandikan si idiot itu, ‘kan?” teriak ibunya yang kesal dengan keras. “Anakku, kenapa kamu masih nggak mau melepaskannya? Ada begitu banyak anak orang kaya yang mengejarmu, memangnya nggak ada yang kamu suka?”
“Tony Susanto, Tuan Muda dari Keluarga Susanto. Dia adalah pewaris takhta keluarga kelas atas di Kota Banyuli. Dia juga tinggi dan tampan, kenapa kamu menolaknya?”
“Bu … cukup,” jawab Luna dengan nada tak berdaya sambil mengernyit.
“Dikasih tahu malah melawan, benar-benar kurang ajar kamu!” ucap ibunya dengan kesal. “Cepat pulang sekarang juga! Kalau aku nggak melihatmu dalam setengah jam, aku akan mematahkan kakimu. Besok ulang tahun kakekmu yang ke-70. Cepat siapkan hadiah, kalau kakekmu senang, mungkin saja kita nggak perlu hidup menderita lagi.”
Setelah itu, telepon pun dimatikan.
Mata Luna tampak merah. Ulang tahun kakeknya memang hal yang membahagiakan, tapi dari mana mereka punya uang untuk membeli hadiah?
“Ardika, aku pergi dulu ….” Luna tidak bisa berlama-lama karena sudah didesak oleh ibunya, dia khawatir ibunya akan datang membuat masalah di rumah sakit.
Ketika Luna pergi, Ardika yang memiringkan kepala tiba-tiba bergetar. Kedua matanya terbelalak, napasnya makin terengah-engah dan keringat dingin terus bercucuran.
“Kenapa aku bisa di sini?”
Duar!
Detik selanjutnya, rasa sakit yang hebat menyerang kepalanya. Semua ingatan memasuki benaknya seperti air banjir.
…
“Ardika, keluarga kita memerlukan seorang keturunan langsung untuk pergi ke medan perang. Tapi, nyawa adikmu terlalu berharga, sedangkan nyawa pecundang sepertimu nggak ada artinya, jadi kamu paling cocok bertaruh nyawa di medan perang.”
“Pergilah ke medan perang, mungkin saja kamu bisa bertahan hidup. Kalau kamu berani menolak, kamu dan keluarga istrimu akan terbunuh.”
…
“Dewa Perang, setelah tiga tahun perang berdarah, musuh akhirnya mundur, kita menang!”
“Dewa Perang hebat! Dewa Perang hebat!”
…
“Kakakku yang baik, terima kasih sudah menggantikanku untuk menjadi prajurit di medan perang selama tiga tahun. Tapi, harusnya kamu mati di medan perang saja, kenapa harus kembali?”
“Jadinya aku harus meracunimu. Jangan salahkan aku! Kalau kamu cacat, aku baru bisa menjadi pewaris nomor satu di Keluarga Mahasura.”
“Tenang saja, aku nggak akan membunuhmu. Aku malah akan mengembalikanmu ke istrimu, biar kamu bisa hidup seperti seekor anjing … hahaha ….”
…
Awalnya, Ardika Mahasura adalah Tuan Muda Pertama dari Keluarga Mahasura yang merupakan keluarga kelas atas di Provinsi Denpapan. Delapan belas tahun yang lalu, konflik internal keluarga membuat Ardika diusir dari keluarga dan terdampar di Kota Banyuli.
Ardika bekerja keras selama bertahun-tahun di Kota Banyuli. Namun, di hari pernikahan, Keluarga Mahasura justru mendatanginya dan memaksa dia pergi ke medan perang.
Selama tiga tahun, Ardika membuat prestasi selangkah demi selangkah, lalu berhasil menjadi seorang Dewa Perang.
Sayangnya, air susu dibalas air tuba. Ketika pulang, Ardika tidak menyangka akan diracuni oleh adik sepupunya. Walaupun Ardika berhasil mempertahankan nyawanya dengan tubuh yang kuat, hal itu juga membuat kerusakan di otaknya dan membuat dia menjadi idiot.
Sampai hari ini, Ardika berhasil sadar karena rangsangan dari Luna.
Sekarang, Ardika mengepalkan kedua tangannya, kukunya sudah menusuk ke dalam daging. Luka yang menganga pun meneteskan darah merah.
“Keluarga Mahasura! Adik sepupu! Kalian hebat!”
“Sudah saatnya kita menghitung utang selama bertahun-tahun ini!”
“Sayangnya, identitas diriku sebagai Dewa Perang dirahasiakan, sehingga kalian tidak tahu. Kalau tidak, kalian pasti akan membunuhku.”
Setelah beberapa saat, Ardika akhirnya menenangkan diri. Hatinya pun mulai dipenuhi oleh rasa sedih dan perasaan bersalah.
Luna Basagita.
Kalau bukan karena dirinya, Luna bahkan tidak perlu hidup menderita.
Namun, Luna tidak pernah membencinya, bahkan tidak meninggalkan Ardika.
Istri yang begitu baik membuat Ardika sangat bersyukur.
Huh ….
Setelah mengembuskan napas panjang, kesadaran Ardika mulai jernih kembali.
“Karena aku sudah pulih, istriku, kamu tidak perlu hidup menderita lagi.”
“Aku bersumpah, aku pasti akan menjadikanmu wanita paling bahagia di dunia.”
Sambil berpikir, Ardika mengeluarkan sebuah ponsel dari laci, kemudian menelepon sebuah nomor rahasia yang ada di ingatannya.
“Halo.”
Telepon tersambung dengan cepat, sebuah suara yang dalam terdengar dari ujung telepon.
“Draco, ini aku.”
Suara Ardika bercampur dengan sedikit perasaan rindu.
Draco Sutopo, dia merupakan salah satu dari delapan jenderal besar di bawah kepemimpinan Ardika dan juga merupakan bawahan yang paling dipercayai.